"Allah akan menolong seorang hambanya, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya" (HR. Muslim)

Dzikir Ma'iyyah (Asy Syeikh Al Allamah Abdullah bin Sa'ad Bin Sumair).

اللهُ مَعِى اللهُ شَاهِدِى اللهُ حَاضِرِى اللهُ نَاظِرِى اللهُ قَرِيْبٌ مِنِّى
ALLAHU MA'II, ALLAHU SyAAHIDII, ALLAHU HAADhIRII, ALLAHU NAAZhIRII, ALLAHU QORIIBU(N/M) MINNII.
Artinya: Allah bersama saya, Allah menyaksikan saya, Allah ada bersama saya, Allah melihat saya, Allah dekat dengan saya.
Al Habib Hasan bin Sholeh Al Bahr berkata: Wahai saudaraku, jika kamu ingin dipanggil sebagai orang besar di kerajaan langit dan bumi, lalu dimasukkan kedalam kelompok yang tinggi, yakni kelompok para Nabi, Shidiqin dan para Malaikat yang suci, serta ingin agar hatimu hidup dan selalu dalam kebahagiaan, maka tekunilah dzikir ini.
Alfaqir (Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Alaydrus) ijazahkan dzikir Ma'iyyah tersebut bagi siapa saja yang mau mengamalkannya, dzikir ini dibaca sebanyak-banyaknya sehabis sholat lima waktu, minimal dibaca 3x dan dibaca didalam hati 3x sebelum tidur sambil dihayati artinya, maka hatimu akan memperoleh cahaya kebahagiaan dan cahaya kebenaran. (di dalam Kitab Sabilul Muhtadin – Al Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al Attas, dan kitab Majmu Washaya – Al Habib Hasan bin Sholeh Al Bahr) @shulfialaydrus

Nabi Musa alaihissalam dan Malaikat Maut

AYasophiaDari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia bercerita: “Telah bersabda Rasulallahu Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“Nabi Musa ‘alaihi sallam dulu pernah di datangi malaikat maut, lalu berkata kepada nya: “Penuhi panggilan Rabbmu”.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan: “Maka Musa ‘alihi sallam memukul mata malaikat maut tadi, sampai terlepas. Akhirnya malaikat tersebut kembali menghadap Allah Azza wa jalla, lalu mengadu kepada -Nya, seraya mengatakan: “Sesungguhnya Engkau telah mengutus hamba kepada seseorang yang belum ingin meninggal, dan ia telah memukul mataku”. Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla mengembalikan matanya. Lalu berfirman kepadanya: “Kembalilah kamu kepada hamba -Ku, lantas katakan padanya, kamu ingin hidup? Kalau sekiranya kamu ingin tetap hidup maka letakan kedua tanganmu di atas bulu sapi jantan, apa yang tertutupi oleh tanganmu, maka satu helai sama dengan hidupmu satu tahun”.

Kemudain ia kembali kepada Musa, lalu mengatakan seperti yang diperintahkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla, Musa bertanya: “Setelah itu apa?, Malaikat tersebut menjawab: “Setelah itu kamu mati!. Musa mengatakan: “Bahkan sekarang, Ya Allah, matikanlah diriku di tempat yang suci dekat dengan bebatuan”.

Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Demi Allah, kalau sekiranya saya berada di sisinya, tentu akan saya beritahu kalian kuburannya yang berada di sisi jalan di tumpukan bukit berpasir yang berwarna merah”.
Hadits ini shahih di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Rahasia Surah Al-Kahfi


Rahasia Surah Al-Kahfi
كلنا مسلمون (We All Are Muslims)

Tiada seorang nabi pun diutus ke muka bumi pasti memperingatkan akan bahaya fitnah dajjal di akhir zaman. begitu juga rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam-, bahkan beliau berkata: "seandainya aku masih hidup di saat dajjal datang, maka aku pasti akan menolong kalian"(kurang lebih maknanya seperti itu). namun rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- karena betapa cintanya kepada umatnya, maka beliau meninggalkan satu pesan, agar membaca surat al kahfi setiap hari jum'at, agar terhindar dari fitnah dajjal.

Namun perlu dikaji bahwa :

1. apa isi kandungan surat al kahfi....??

2. apa hubungan surat al kahfi dengan dajjal....??

3. bagaimana cara menghindar dari fitnah dajjal....??


1. Isi kandungan surat al kahfi

a. kisah para pemuda kahfi, yang intinya menceritakan ttg fitnah agama. mereka disiksa karena istiqomah dalam agamanya, yaitu agama tauhid.

b. kisah pemilik dua kebun, yang intinya menceritakan ttg fitnah kekayaan.

c. kisah nabi musa as dengan khidir as, yang intinya menceritakan tentang fitnah ilmu. karena berilmu, nabi musa kurang tawadhu, sehingga diperintahkan oleh allah untuk belajar dari nabi khidir, yang akhirnya musa as tidak mampu untuk bersabar.

d. kisah dzulkarnain, yang intinya menceritakan ttg fitnah kekuasaan. yang dengan kekuasaan, orang bisa sewenang-wenang, tidak adil, dst.. namun dzulkarnain adalah gambaran yang sebaliknya, dia adalah pemimpin yang adil, dan menyandarkan semuanya kepada allah.

2. Apa hubungan surat al kahfi dengan dajjal...??

lebih tepatnya, apa hubungan empat kisah di atas dengan dajjal pendusta...??

ternyata dajjal pendusta akan membawa ke-4 fitnah tersebut.

a. fitnah agama, dia bisa menjadikan manusia kafir kepada allah swt, orang yang terpengaruh dengan ajakannya, akan menggadaikan agamanya.

b. fitnah kekayaan, dengan kekayaannya dia bisa mempengaruhi manusia, untuk ingkar kepada tuhannya.

c. fitnah ilmu, dengan ilmunya dia mampu menyesatkan manusia.

d. fitnah kekuasaan, dengan kekuasaannya dia memerintah dengan sewenang-wenang.

3. Bagaimana cara menghindar dari fitnah dajjal...??

a. persahabatan yang shaleh (al kahfi : 28)

b. tidak terikat dengan dunia (al kahfi : 45)

c. tawadhu (al kahfi : 69)

d. ikhlas (al kahfi : 95) ikhlas menyandarkan segala sesuatunya kepada allah

dan sangat tepat mengapa rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- menganjurkan kepada kita untuk membaca surat al kahfi setiap hari jum'at.

golongan awal ahli neraka


Jauhi Daripada Menjadi Tiga Golongan Awal Ahli Neraka

Setiap amalan yang hendak dilaksanakan mestilah ikhlas kemata-mata kerana Allah SWT. Allah SWT. tidak akan memandang sesuatu amalan yang dilaksanakan kerana riyak atau untuk mendapat pujian daripada manusia.

Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud : "Barangsiapa beramal kerana riyak, Allah akan menolak amal itu pada hari kiamat." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah r.a. berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda, "Allah SWT berfirman yang bermaksud, 'Aku adalah Dzat Yang paling kaya dari persekutuan-persekutuan yang ada. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan bercampur dengan syirik (persekutuan) di dalamnya antara Aku dengan selain Aku, Aku akan meninggalkannya dan apa yang dipersekutukan itu'." (Hadis Riwayat Muslim).

Sufyan Ash-Ashbahiny bercerita kepada 'Uqah ibn Muslim bahawa semasa memasuki Madinah, dia melihat orang sedang mengerumuni Abu Hurairah r.a. Sufyan pun menghampirinya, lalu dia duduk di hadapan Abu Hurairah yang sedang menyampaikan hadis kepada jemaah itu. Ketika Abu Hurairah berdiam diri seketika, Sufyan meminta agar dia menyampaikan hadis yang benar-benar difahami untuk dihayati. Abu Hurairah pun bersetuju seraya berkata. "Akan aku sampaikan kepadamu satu hadis yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepadaku" Selepas berkata begitu,tiba-tiba Abu Hurairah menangis tersedu-sedu hingga hampir pengsan.

Kemudian dia diam sebentar dan setelah kembali tersedar dia berkata, "Akan aku sampaikan kepadamu satu hadis yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepadaku di rumah ini,tidak ada orang lain selain aku dan baginda." Tiba-tiba Abu Hurairah menangis kembali tersedu-sedu sehingga hampir pengsan.

Ketika itu Abu Hurairah kembali sedar dan dia menceritakan : "Bahawa pada hari kiamat nanti, Allah SWT akan turun kepada hambanya untuk memberikan keputusan kepada mereka. Setiap umat ketika itu berlutut. Golongan terawal yang akan dipanggil adalah "orang alim" , orang kaya dan orang yang berperang di jalan Allah SWT.

Allah SWT bertanya kepada orang alim itu,"Bukankah Aku telah mengajarkanmu kitab yang telah Aku turunkan kepada rasul-Ku?"

Orang itu menjawab. "Benar,wahai Tuhan.''

Allah SWT kembali bertanya. ''Apa yang engkau kerjakan dengan ilmu yang kau miliki?''

Orang tersebut menjawab, ''Dengannya aku beribadat kepada-Mu di malam hari dan siang hari''

Malaikat berkata kepadanya, "Engkau berdusta".

Allah SWT berfirman "Engkau hanya ingin dikatakan bahawa engkau seorang yang alim''.

Kemudian dipanggil orang kaya. Allah SWT berfirman, ''Engkau telah Aku beri rezeki sehingga berkeadaan cukup".

Orang itu menjawab, ''Benar wahai Tuhan''.

Allah SWT kemudian bertanya, ''Apa yang telah engkau kerjakan dengan hartamu itu?'',

Dia menjawab, ''Dengannya aku bersillaturrahim dan juga bersedekah.''

Allah SWT berfirman kepadanya, "Engkau dusta".

Malaikat juga berkata begitu. Allah SWT berfirman, ''Engkau hanya ingin dikatakan bahawa engkau seorang dermawan.''

Kemudian didatangkan orang yang terbunuh selepas berperang di jalan Allah SWT.

Maka Allah SWT berfirman, ''Apa yang menyebabkanmu terbunuh?''

Dia menjawab, ''Telah diperintahkan kepadaku untuk berjihad di jalan-Mu, maka aku berperang sehingga terbunuh.''

Maka Allah SWT berfirman kepadanya ,''Engkau berdusta, malaikat juga berkata begitu."

Allah SWT berfirman, ''Engkau hanya ingin dikatakan bahawa engkau seorang yang berani''.

"Kemudian Rasulullah SAW menepuk lututku sambil bersabda, ''Wahai Abu Hurairah, ketiga-tiga orang itu adalah orang-orang yang pertama sekali merasakan seksaan api neraka pada hari kiamat.''"

Berdasarkah hadis di atas jelaslah kepada kita bahawa amalan yang kita lakukan jika tidak ikhlas kerana Allah SWT dan ada matlamat dan tujuan yang lain maka ianya tidak akan di terima oleh Allah SWT. Amalan tersebut akan menjadi debu-debu yang berterbangan dan tidak ada nila di sisi Allah SWT.

Ada orang bertanya bagaimana hendak mengetahu sesuatu amalan itu ikhlas atau tidak?, sedangkan ikhlas itu terletak di hati. Tidak ada sesiapa pun mengetahuinya melainkan Allah SWT.

Memang benar ikhlas itu terletak di hati. Jika kita sendiri hendak mengesan amalan yang kita buat itu ikhlas atau pun tidak maka tandanya kita lebih suka rahsiakan daripada menceritakan kepada orang lain. Boleh di ceritakan dengan syarat ada keperluan sebagai pengajaran dan ikutan . Sedekah yang lebih baik adalah sedekah yang dilakukan secara sembunyi tanpa diketahui oleh orang lain hinggakan tangan kiri tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanan.

Bila berdakwah dan berjihad dijalan Allah SWT tidak mengharapkan ganjaran atau pun pujian orang ramai. Di hina atau di puji tidak akan melemahkan semangat atau menjadi lebih semangat, kerana tidak ada balasan ganjaran yang lebih baik melainkan ganjaran daripada Allah SWT.

antara fasion dan imej islam



Pakai Legging dan Berseluar Ketat Bersama Tudung Mencemarkan Imej Islam.

Pemandangan wanita bertudung dengan seluar ketat, baju ketat, baju nipis dan singkat sudah menjadi halua mata setiap hari apabila kita bersiar di Pasaraya atau di Pusat Pengajian Tinggi. Tak kurang juga pakaian wanita yang bertudung lebih seksi daripada wanita tidak bertudung. Tidak kurang juga wanita bertudung lebih teruk perangainya daripada wanita tidak bertudung.

Tanda Benarnya Sabda Rasulullah S.A.W..

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)


BERTUDUNG IKUT SYARIAT ATAU IKUT FESYEN SEMATA-MATA?

Bila wanita menjaga auratnya dari pandangan lelaki bukan mahram, bukan sahaja dia menjaga maruah dirinya, malah maruah wanita mukmin keseluruhannya.Harga diri wanita terlalu mahal. Ini kerana syariat telah menetapkan supaya wanita berpakaian longgar dengan warna yang tidak menarik serta menutup seluruh badannya dari kepala hingga ke kaki.

Kalau dibuat perbandingan dari segi harta dunia seperti intan dan berlian, ianya dibungkus dengan rapi dan disimpan pula di dalam peti besi yang berkunci.
Begitu juga diumpamakan dengan wanita, kerana wanita yang bermaruah tidak akan mempamerkan tubuh badan di khalayak umum.

Mereka masih boleh tampil di hadapan masyarakat bersesuaian dengan garisan syarak.Wanita tidak sepatutnya mengorbankan maruah dan dirinya semata-mata untuk mengejar pangkat, darjat, nama, harta dan kemewahan dunia.

Menyentuh berkenaan pakaian wanita, Alhamdulillah sekarang telah ramai wanita yang menjaga auratnya, sekurang-kurangnya dengan memakai tudung.Dapat kita saksikan di sana sini wanita mula memakai tudung..Pemakaian tudung penutup aurat sudah melanda dari peringkat bawahan hingga kepada peringkat atasan.Samada dari golongan pelajar-pelajar sekolah hinggalah kepada pekerja-pekerja pejabat-pejabat.

Walaupun pelbagai gaya tudung diperaga dan dipakai, namun pemakaiannya masih tidak lengkap dan sempurna.Masih lagi menampakkan batang leher, dada dan sebagainya.Juga ada yang memakai tudung, tetapi pada masa yang sama memakai kain belah bawah atau berseluar ketat dan sebagainya.Pelbagai warna dan pelbagai fesyen tudung turut direka untuk wanita-wanita Islam kini.

Ada rekaan tudung yang dipakai dengan songkok di dalamnya, dihias pula dengan kerongsang (broach) yang menarik.Malah labuci warna-warni dijahit pula di atasnya.Dan berbagai-bagai gaya lagi yang dipaparkan dalam majalah dan surat khabar fesyen untuk tudung.

Rekaan itu kesemuanya bukan bertujuan untuk mengelakkan fitnah, sebaliknya menambahkan fitnah ke atas wanita.Walhal sepatutnya pakaian bagi seorang wanita mukmin itu adalah bukan sahaja menutup auratnya, malah sekaligus menutup maruahnya sebagai seorang wanita.

Iaitu pakaian dan tudung yang tidak menampakkan bentuk tubuh badan wanita, dan tidak berhias-hias yang mana akan menjadikan daya tarikan kepada lelaki bukan mahramnya.Sekaligus pakaian boleh melindungi wanita dari menjadi bahan gangguan lelaki yang tidak bertanggungjawab.

Bilamana wanita bertudung tetapi masih berhias-hias, maka terjadilah pakaian wanita Islam sekarang walaupun bertudung, tetapi semakin membesarkan riak dan bangga dalam diri.Sombong makin bertambah, lalu jalan mendabik dada.Terasa tudung kitalah yang paling cantik, up-to-date, sofistikated, bergaya, ada kelas dan sebagainya.Bertudung, tapi masih ingin bergaya.

Kesimpulannya, tudung yang kita pakai tidak membuahkan rasa kehambaan.Kita tidak merasakan diri ini hina, banyak berdosa dengan Tuhan mahupun dengan manusia.Kita tidak terasa bahawa menegakkan syariat dengan bertudung ini hanya satu amalan yang kecil yang mampu kita laksanakan.Kenapa hati mesti berbunga dan berbangga bila boleh memakai tudung?

Ada orang bertudung tetapi lalai atau tidak bersembahyang.Ada orang yang bertudung tapi masih lagi berkepit dan keluar dengan teman lelaki.Ada orang bertudung yang masih terlibat dengan pergaulan bebas.Ada orang bertudung yang masih menyentuh tangan-tangan lelaki yang bukan mahramnya.
Dan bermacam-macam lagi maksiat yang dibuat oleh orang-orang bertudung termasuk kes-kes besar seperti zina, khalwat dan sebagainya.

Jadi, nilai tudung sudah dicemari oleh orang-orang yang sebegini.Orang Islam lain yang ingin ikut jejak orang-orang bertudung pun tersekat melihat sikap orang-orang yang mencemari hukum Islam.

Boleh dikatakan setiap hari kaum lelaki berperang dengan nafsu, sakit jiwa dan mental dibuatnya boleh dikatakan setiap hari hidup ni berhadapan dengan perempuan-perempuan yang menghairahkan depan belakang kanan kiri.

Bagaimana lelaki-lelaki ISLAM di luar sana mahu menahan nafsu..?
Bila tengok perempuan ISLAM pakai ketat dan seksi?

Andai saja wanita mengerti apa yang di pikirkan seorang laki-laki ketika melihat mereka berpakaian seksi, saya yakin mereka pasti tak mau tampil seperti itu lagi. Kecuali, bagi mereka yang memang sudah punya niat untuk menarik lelaki dengan aset berharga yang mereka ada.

Silahkan di Tag/Share….Semua untuk Umat dan Syiar Islam, Silahkan saling bantu Tag sahabat-sahabat yang lain.

❀ Jazzakumullahu khayran wa Barakallahu fiikum. ❀

kapankah lailatul qadr



KAPANKAH LAILATUL QADR?

Sudah dijelaskan di atas bahwa Lailatul Qadr terjadi pada satu malam saja dari bulan Ramadhan pada setiap tahun, akan tetapi tidak dapat dipastikan kapan terjadinya [1]. Sehingga banyak hadits-hadits dan atsar-atsar yang menerangkan waktu-waktu malam, yang mungkin terjadi padanya Lailatul Qadr[2]. Di antara waktu-waktu yang di terangkan hadits-hadits dan atsar-atsar terseb
ut ialah sebagai berikut:

1. Pada Malam Pertama Pada Bulan Ramadhan.

Ibnu Katsir berkata: "Ini diriwayatkan dari Abu Razin Al ‘Uqaili (seorang sahabat)" [3].

2. Pada Malam Ke Tujuh Belas Pada Bulan Ramadhan.

Ibnu Katsir berkata [4]: “Dalam hal ini Abu Dawud telah meriwayatkan hadits marfu’ [5] dari Ibnu Mas’ud. Juga diriwayatkan dengan mauquf [6] darinya, Zaid bin Arqam dan Utsman bin Abi Al ‘Ash [7]. Dan ini adalah salah satu perkataan Muhammad bin Idris Asy Syafi’i. Juga diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashri. Mereka semua beralasan, karena (malam ke tujuh belas Ramadhan adalah) malam (terjadinya) perang Badr, yang terjadi pada malam Jum’at, malam ke tujuh belas dari bulan Ramadhan, dan di pagi harinya (terjadilah) perang Badr. Itulah hari yang Allah katakan dalam firmanNya:

يَوْمَ الْفُرْقَانِ

(Di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan) [8].

3. Pada Malam Ke Sembilan Belas Pada Bulan Ramadhan.

Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum [9].

4. Pada Malam Ke Dua Puluh Satu Pada Bulan Ramadhan.

Sebagaimana hadits Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata:

اِعْتَكَفَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ الأَوَّلِ مِنْ رَمَضَانَ, وَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ, فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ, فَقَالَ: (إِنَّ الَّذِيْ تَطْلُبُ أَمَامَكَ), فَاعْتَكَفَ العَشْرَ الأَوْسَطَ فَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ, فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ, فَقَالَ: (إِنَّ الَّذِيْ تَطْلُبُ أَمَامَكَ), قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيْباً صَبِيْحَةَ عِشْرِيْنَ مِنْ رَمَضَانَ, فَقَالَ: ((مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلْيَرْجِعْ, فَإِنِّيْ أُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ, وَإِنِّيْ نُسِّيْتُهَا, وَإِنَّهَا فِيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فِيْ وِتْرٍ, وَإِنِّيْ رَأَيْتُ كَأَنِّيْ أَسْجُدُ فِيْ طِيْنٍ وَمَاءٍ)), وَكَانَ سَقْفُ الْمَسْجِدِ جَرِيْدَ النَّخْلِ, وَمَا نَرَى فِيْ السَّمَاءِ شَيْئاً فَجَاءَتْ قَزَعَةٌ فَأُمْطِرْنَا, فَصَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّيْنِ وَالْمَاءِ عَلَى جَبْهَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَرْنَبَتِهِ تَصْدِيْقَ رُؤْيَاهُ.

"Rasulullah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan, dan kamipun beri’tikaf bersamanya. Lalu Jibril datang dan berkata: “Sesungguhnya apa yang kamu minta (ada) di depanmu,” lalu Rasulullah berkhutbah pada pagi hari yang ke dua puluh di bulan Ramadhan dan bersabda: “Barangsiapa yang i’tikaf bersama Nabi, pulanglah. Karena sesungguhnya aku telah diperlihatkan Lailatul Qadr, dan aku sudah lupa. Lailatul Qadr akan terjadi pada sepuluh hari terakhir pada (malam) ganjilnya, dan aku sudah bermimpi bahwa aku bersujud di atas tanah dan air”. Saat itu atap masjid (terbuat dari) pelepah daun pohon kurma, dan kami tidak melihat sesuatupun di langit. Lalu tiba-tiba muncul awan, dan kamipun dihujani. Lalu Rasulullah shalat bersama kami, sampai-sampai aku melihat bekas tanah dan air yang melekat di dahi dan ujung hidungnya sebagai pembenaran mimpinya".[10]

Asy Syafi’i berkata: “Hadits ini adalah riwayat paling shahih”.[11]

5. Pada Malam Ke Dua Puluh Tiga Pada Bulan Ramadhan.

Sebagaimana hadits Abdullah bin Unais, beliau berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((أُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أُنْسِيْتُهَا, وَأَرَانِيْ صُبْحَهَا أَسْجُدُ فِيْ مَاءٍ وَطِيْنٍ)), قَالَ: فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ, فَصَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْصَرَفَ, وَإِنَّ أَثَرَ الْمَاءِ وَالطِّيْنِ عَلَى جَبْهَتِهِ وَأَنْفِهِ, قَالَ: وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ يَقُوْلُ: ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ.

"Sesungguhnya Rasulullah bersabda: ((Aku telah diperlihatkan Lailatul Qadr kemudian aku dibuat lupa, dan aku bermimpi bahwa aku bersujud di atas tanah dan air)). Maka kami dihujani pada malam yang ke dua puluh tiga, Rasulullah shalat bersama kami, kemudian beliau pergi sedangkan bekas air dan tanah (masih melekat) di dahi dan hidungnya”.

Dan Abdullah bin Unais berkata: Dua puluh tiga [12].

6. Pada Malam Ke Dua Puluh Empat Di Bulan Ramadhan.

Sebagaimana hadits Abu Sa’id Al Khudri, berkata:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِيْنَ)).

"Rasulullah bersabda: ((Lailatul Qadr malam yang ke dua puluh empat))" [13].

Ibnu Katsir berkata: "Sanadnya para perawi tsiqat (kuat)" [14].

Demikian juga lafazh hadits yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanadnya dari Bilal.[15]

Kemudian Ibnu Katsir melanjutkan perkataannya (untuk mengomentari hadits Bilal tersebut): “(Pada sanadnya ada) Ibnu Lahi’ah (dan dia) dha’if, dan (hadits ini) tidak sesuai dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Ashbagh, dari Ibnu Wahb, dari ‘Amr bin Al Harits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Abu Al Khair, dari Abu Abdillah Ash Shunaabihi berkata: “Bilal -Mu’adzin Rasulullah- telah memberitahu kepadaku bahwa Lailatul Qadr dimulai malam ke tujuh dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan). [16]” Maka hadits yang mauquf ini lebih sah, wallahu a’lam.

Demikian halnya telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Jabir, Al Hasan, Qatadah, Abdullah bin Wahb (yang semuanya mengatakan) bahwa Lailatul Qadr adalah pada malam yang ke dua puluh empat. [17]

7. Pada Malam Ke Dua Puluh Lima Di Bulan Ramadhan.

Sebagaimana hadits Abdullah bin Abbas, beliau berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِلْتَمِسُوْهَا فِيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ, فِيْ تَاسِعَةٍ تَبْقَى, فِيْ سَابِعَةٍ تَبْقَى, فِيْ خَامِسَةٍ تَبْقَى.

"Nabi bersabda: Carilah Lailatul Qadr di bulan Ramadhan, pada sembilan malam yang tersisa, tujuh malam yang tersisa, lima malam yang tersisa" [18].

8. Pada Malam Ke Dua Puluh Tujuh Pada Bulan Ramadhan.

Sebagaimana hadits yang di keluarkan oleh Imam Muslim dari Ubay bin Ka’b:

عَنْ عَبْدَةَ وَعَاصِمِ بْنِ أَبِيْ النُّجُوْدِ سَمِعَا زِرَّ بْنَ حُبَيْشٍ يَقُوْلُ: سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, فَقُلْتُ: إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ: مَنْ يُقِمْ الحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ القَدْرِ, فَقَالَ: رَحِمَهُ اللهُ, أَرَادَ أَنْ لاَ يَتَّكِلَ النَّاسُ, أَمَا إِنَّهُ قَدْ عَلِمَ أَنَّهَا فِيْ رَمَضَانَ, وَأَنَّهَا فَيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ, وَأَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ. ثُمَّ حَلَفَ لاَ يَسْتَثْنِيْ أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ, فَقُلْتُ: بِأَيِّ شَيْءٍ تَقُوْلُ ذَلِكَ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ؟ قَالَ: بِالْعَلاَمَةِ أَوْ بِالآيَةِ الَّتِي أَخْبَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لاَ شُعَاعَ لَهَا.

"Dari Abdah dan Ashim bin Abi An Nujud, mereka mendengar Zirr bin Hubaisy berkata: Aku pernah bertanya Ubai bin Ka’b, maka aku berkata: “Sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas’ud berkata, barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) selama setahun, pasti akan mendapatkan Lailatul Qadr.” Ubay bin Ka’b berkata: “Semoga Allah merahmatinya, beliau bermaksud agar orang-orang tidak bersandar (pada malam tertentu untuk mendapatkan Lailatul Qadr, Pen), walaupun beliau sudah tahu bahwa malam (Lailatul Qadr) itu di bulan Ramadhan, dan ada pada sepuluh malam terakhir, dan pada malam yang ke dua puluh tujuh”. Kemudian Ubay bin Ka’b bersumpah tanpa istitsna’ [19], dan yakin bahwa malam itu adalah malam yang ke dua puluh tujuh. Aku (Zirr) berkata: “Dengan apa (sehingga) engkau berkata demikian, wahai Abu Al Mundzir? [20]” Beliau berkata: “Dengan tanda yang pernah Rasulullah kabarkan kepada kami, yaitu (matahari) terbit (pada pagi harinya) tanpa sinar (yang terik)”.[21]

Juga hadits Abdullah bin Umar:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْمَنَامِ فِيْ السَّبْعِ الأَوَاخِرِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِيْ السَّبْعِ الأَوَاخِرِ, فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِيْ السَّبْعِ الأَوَاخِرِ)).

"Dari Ibnu Umar, bahwa beberapa orang sahabat Nabi diperlihatkan (mimpi) Lailatul Qadr pada tujuh malam terakhir, lalu Rasulullah bersabda: “Aku kira mimpi kalian telah bersesuaian pada tujuh malam terakhir. Maka barangsiapa yang ingin mendapatkannya, carilah pada tujuh malam terakhir" [22].

Demikian pula hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan:

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ, عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ قَالَ: ((لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ)).

"Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dari Nabi dalam (masalah) Lailatul Qadr bersabda: “Lailatul Qadr pada malam ke dua puluh tujuh" [23]

Ibnu Katsir berkata: “Dan ini (Lailatul Qadr adalah malam ke dua puluh tujuh) adalah pendapat sebagian ulama salaf, pendapat madzhab Ahmad bin Hanbal, dan riwayat dari Abi Hanifah. Juga telah diriwayatkan dari sebagian Salaf, mereka berusaha mencocokkan malam Lailatul Qadr dengan malam yang ke dua puluh tujuh dengan firman Allah ( هِيَ) . Karena, kata ini adalah kata yang ke dua puluh tujuh dari surat Al Qadr. Wallahu a’lam”. [24]

9. Pada Malam Ke Dua Puluh Sembilan Pada Bulan Ramadhan.

Sebagaimana hadits Abu Hurairah, berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ: إِنَّهَا لَيْلَةُ سَابِعَةٍ أَوْ تَاسِعَةٍ وَعِشْرِيْنَ, إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ فِيْ الأَرْضِ أَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ الْحَصَى.

"Sesungguhnya Rasulullah bersabda tentang Lailatul Qadr: “Sesungguhnya malam itu malam yang ke (dua puluh) tujuh atau ke dua puluh sembilan. Sesungguhnya, malaikat pada malam itu, lebih banyak dari jumlah butiran kerikil (pasir)" [25].

Juga hadits ‘Ubadah bin Shamit:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ, أَنَّهُ سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((فِيْ رَمَضَانَ, فَالْتَمِسُوْهَا فِيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ, فإِنَّهَا فَيْ وِتْرٍ, فِيْ إِحْدَى وَعِشْرِيْنَ, أَوْ ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ, أَوْ خَمْسٍ وَعِشْرِيْنِ, أَوْ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ, أَوْ تِسْعٍ وَعِشْرِيْنَ, أَوْ فِيْ آخِرِ لَيْلَةٍ, فَمَنْ قَامَهَا ابْتِغَاءَهَا إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً ثُمَّ وُفِّقَتْ لَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ)).

"Dari Ubadah bin Ash Shamit, beliau bertanya kepada Rasulullah tentang Lailatul Qadr, maka Rasulullah bersabda: “Di bulan Ramadhan. Maka carilah ia pada sepuluh malam terakhir. Karena malam (Lailatul Qadr) itu (terjadi) pada malam-malam ganjil, pada malam ke dua puluh satu, atau dua puluh tiga, atau dua puluh lima, atau dua puluh tujuh, atau dua puluh sembilan, atau pada akhir malam (bulan Ramadhan). Barangsiapa yang menghidupkan malam itu untuk mendapatkannya dengan penuh harapan (pada Allah) kemudian dia mendapatkannya, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang" [26].

10. Pada Malam Terakhir Pada Bulan Ramadhan.

Sebagaimana hadits Ubadah bin Ash Shamit [27] di atas, dan hadits Abu Bakrah:

عَنْ عُيَيْنَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: حَدَّثَنيِ أبِيْ قَالَ: ذَكَرْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ أَبِيْ بَكْرَةَ فَقَالَ: مَا أناَ مُلْتَمِسُهَا لِشَيْءٍ سَمِعْتهُ مِنْ رَسُوْلِ الله صَلىَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ فِيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَإِنِّيْ سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ: ((اِلْتَمِسُوْهَا فَيْ تِسْعٍ يَبْقَيْنَ, أَوْ فِيْ سَبْعٍ يَبْقَيْنَ, أَوْ فِيْ خَمْسٍ يَبْقَيْنَ, أَوْ فِيْ ثَلاَثٍ, أَوْ آخِرِ لَيْلَةٍ)), قَالَ: وَكَانَ أَبُوْ بَكْرَةَ يُصَلِّيْ فِيْ الْعِشْرِيْنَ مِنْ رَمَضَانَ كَصَلاَتِهِ فِيْ سَائِرِ السَّنَةِ, فَإذا دَخَلَ الْعَشْرَ اِجْتَهَدَ.

"Dari Uyainah bin Abdurrahman, ia berkata: “Ayahku telah mengkhabarkan kepadaku, (ia) berkata, aku menyebutkan tentang Lailatul Qadr kepada Abu Bakrah, maka beliau berkata, tidaklah aku mencari malam Lailatul Qadr dengan suatu apapun yang aku dengarkan dari Rasulullah, melainkan pada sepuluh malam terakhir; karena sesungguhnya aku mendengarkan beliau berkata: ‘Carilah malam itu pada sembilan malam yang tersisa (di bulan Ramadhan), atau tujuh malam yang tersisa, atau lima malam yang tersisa, atau tiga malam yang tersisa, atau pada malam terakhir’,” berkata Abdurrahman: “Dan Abu Bakrah shalat pada dua puluh hari pertama di bulan Ramadhan seperti shalat-shalat beliau pada waktu-waktu lain dalam setahun, tapi apabila masuk pada sepuluh malam terakhir, beliau bersungguh-sungguh" [28].

Hadits yang serupa telah diriwayatkan dari Mu’awiyah [29].

Inilah waktu-waktu yang diterangkan di berbagai kitab-kitab tafsir maupun hadits. Jika kita perhatikan, banyak hadits-hadits shahih yang menerangkan, bahwa kemungkinan terbesar terjadinya Lailatul Qadr ialah malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, terutama pada malam ke dua puluh satu dan dua puluh tujuh.

Muhammad Amin Asy Syinqithi berkata: "Tidak pernah ada ketentuan (pembatasan) yang memastikan waktu terjadinya malam itu (Lailatul Qadr) pada bulan Ramadhan. Para ulama telah banyak membawakan pendapat (perkataan) dan nash-nash. Di antara perkataan (para ulama) tersebut ada yang sangat umum. (Bahwa Lailatul Qadr) mungkin terjadi pada setahun penuh, akan tetapi ini tidak mengandung hal yang baru. Perkataan ini dinisbatkan kepada Ibnu Mas’ud, tetapi (sebetulnya) maksudnya ialah (agar manusia) bersungguh-sungguh (dalam mencarinya). Ada yang mengatakan bahwa malam itu (mungkin) terjadi pada bulan Ramadhan seluruhnya. (Mereka) berdalil dengan keumuman nash-nash Al Qur`an. Ada pula yang berkata, Lailatul Qadr mungkin terjadi pada sepuluh malam terakhir. Pendapat ini lebih khusus dari sebelumnya. Dan ada yang berpendapat, malam itu terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir tersebut. Maka dari sini, ada yang berpendapat pada malam ke dua puluh satu, ke dua puluh tiga, ke dua puluh lima, ke dua puluh tujuh, ke dua puluh sembilan, dan malam terakhir, sesuai dengan masing-masing nash yang menunjukkan terjadinya Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil tersebut. Akan tetapi, yang paling mashur dan shahih (dari nash-nash tersebut) adalah pada malam ke dua puluh tujuh dan dua puluh satu… (Dengan demikian), apabila seluruh nash yang menerangkan Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil tersebut semuanya shahih, maka besar kemungkinan Lailatul Qadr terjadi pada malam-malam ganjil tersebut. Dan bukan berarti malam Lailatul Qadr tersebut tidak berpindah-pindah, akan tetapi (ada kemungkinan), dalam tahun ini terjadi pada malam ke dua puluh satu, dan pada tahun berikutnya pada malam ke dua puluh lima atau dua puluh tujuh, dan pada tahun yang lainnya lagi terjadi pada malam ke dua puluh tiga atau dua puluh sembilan, dan begitulah seterusnya. Wallahu a’lam"[30]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07-08/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]_______

Footnote

[1]. Dan hal ini ada hikmahnya, sesuai dengan hadits yang telah berlalu dalam Shahih Al Bukhari (2/711 no.1919 & 5/2248 no.5705) dari Ubadah bin Shamit: (وَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ خَيْراً لَكُمْ), “dan mudah-mudahan hal itu lebih baik untuk kalian”, sehingga Ibnu Katsir berkata: “Maksudnya adalah ketidaktahuan kalian terhadap kapan terjadinya Lailatul Qadr itu lebih baik bagi kalian, karena hal itu membuat orang-orang yang betul-betul ingin mendapatkannya akan berusaha dengan sungguh-sungguh beribadah di setiap kemungkinan waktu terjadinya Lailatul Qadr tersebut, maka dia akan lebih banyak melakukan ibadah-ibadah. Lain halnya jika waktu Lailatul Qadr sudah diketahui, kesungguhan pun akan berkurang dan dia akan beribadah pada waktu malam itu saja”. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al Azhim (8/451).

[2]. Al Hafizh Ibnu Hajar di kitabnya Fathul Bari (4/262-266) membawakan lebih dari empat puluh lima pendapat ulama yang berkaitan dengan keterangan kemungkinan waktu-waktu terjadinya Lailatul Qadr.

[3]. Tafsir Al Quran Al Azhim (8/447). Dan kami tidak mendapatkan atsar yang menerangkan hal ini, kecuali apa yang telah dinukilkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar di kitabnya Fathul Bari (4/263) dari Ibnu Abi Ashim dari Anas berkata: “Lailatul Qadr adalah malam pertama di bulan Ramadhan”.

[4]. Di dalam tafsirnya (8/447).

[5]. Hadits marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan,perbuatan, pernyataan, ataupun sifat beliau.

[6]. Hadits mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada seorang sahabat Nabi, baik berupa perkataan,perbuatan, atau pernyataan.

[7]. Sunan Abu Dawud (2/53 no.1384). Dan Syaikh Al Albani mendha’ifkan hadits ini. (Lihat Dha’if Sunan Abi Dawud).

[8]. Al Anfaal:41.

[9]. Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim (8/447) dan Fathul Bari (4/263).

[10]. HR Al Bukhari (1/280 no.780, 2/709 & 710 no.1912 & 1914, 2/716 no.1931) dan Muslim (2/826 no. 1167), dan lain-lainnya.

[11]. Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim (8/447).

[12]. Muslim (2/826 no. 1167), dan Al Muwatha’ (1/320)

[13]. Musnad Ath Thayalisi (1/288).

[14]. Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim (8/447).

[15]. Musnad Imam Ahmad (6/12), dan Syaikh Al Albani mendha’ifkan hadits ini (Lihat Dha’if Al Jami’ no.4957).

[16]. HR Al Bukhari (4/1621)

[17]. Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim (8/448), dan lihat juga tafsir beliau pada surat Al Baqarah ayat 185 (Tafsir Al Quran Al Azhim (1/505).

[18]. HR Al Bukhari (2/711 no.1917), Abu Dawud (2/52 no.1381), Ahmad (1/231 no.2052, 1/279 no.2520, 1/360 no.3401, 1/365 no.3456), dan lain-lainnya.

[19]. Bersumpah tanpa istitsnaa’ adalah bersumpah dengan tidak menyebutkan kata “Insya Allah” setelahnya.

[20]. Kunyahnya Ubay bin Ka’b. (Lihat Taqrib At Tahdzib hal:120).

[21]. HR Muslim (2/828 no.762), Abu Dawud (2/51 no.1378), At Tirmidzi (3/160 no.793 dan 5/445 no.3351), Ahmad (5/130 no.21231).

[22]. HR Muslim (2/822 no.1165), Ahmad (2/8 no.4547, 2/27 no.4808, 2/157 no.6474) dan dishahihkan Al Albani (Shahih Al Jami’ no.2920).

[23]. HR Abu Dawud (2/53 no.1386). Dan Hadits ini dishahihkan Al Albani (Lihat Shahih Sunan Abi Dawud dan Shahih Al-Jami no.1240).

[24]. Tafsir Al Quran Al Azhim (8/448), dikatakan pula bahwa kata ( لَيْلَةُ الْقَدْرِ ) ada sembilan huruf, dan kata ini terdapat dalam surat Al Qadr sebanyak tiga kali pengulangan, maka jumlah keseluruhan hurufnya ada dua puluh tujuh, maka itulah malam Lailatul Qadr. (Lihat Adhwa’ Al Bayan 9/37).

[25]. Musnad Ahmad (2/519 no.10745 dan 2/529 no.10860), Shahih Ibnu Khuzaimah (3/332 no.2194), Musnad Ath Thayalisi (1/332 no.2545). Dan Al Albani menghasankan hadits ini. (Lihat Shahih Al Jami’ no.5473, dan Silsilah Ash Shahihah 5/240).

[26]. HR Ahmad (5/318, 321, 324 no.22675, 22793, 22815 dan 22817).

[27]. Ibid.

[28]. HR At Tirmidzi (3/160 no.794), An Nasa’i di As-Sunan Al Kubra (2/273 no.3403, 3404), Ahmad (5/36 no.20392, 5/39 no.20420), Ibnu Hibban di Shahihnya (8/442 no.3686), Al Hakim di Al Mustadraknya(1/604 no.1594), dan lain-lainnya. Dan hadits ini dishahihkan Al Albani. (Lihat Shahih Sunan At Tirmidzi, Shahih Al Jami’ no.1243).

[29]. Shahih Ibnu Khuzaimah (3/330 no.2189). Dan hadits ini dishahihkan Al Albani. (Lihat Shahih Al Jami’ no.1238).

[30].Adhwa’ Al Bayan (9/35-36). Syaikh Al Utsaimin pernah ditanya: ”Apakah malam lailatul qadar tertentu pada satu malam ataukah berpindah-pindah (berubah-ubah pada setiap tahunnya) dari satu malam ke malam yang lainnya?”, beliaupun menjawab dengan jawaban yang serupa dengan perkatan Syaikh Asy Syinqithi dalam tafsirnya tersebut, yaitu berpindah-pindah/berubah-ubah pada setiap tahunnya. Wallahu a’lam. (Lihat Majmu’ Fatawa Lajnah Da’imah: 14/228-229).Ibnu Katsir juga membawakan pendapat ulama dalam masalah ini secara panjang lebar. (Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim: 8/450).

adab hari jumaat



HARI JUMAAT - HARI BARAKAH ♥

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumaat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik jika kamu mengetahui." (Surah al-Jumu'ah, 62:10)

Hari Jumaat merupakan Sayyidul Ayyam, iaitu penghulu segala hari. Pada hari Jumaat ini dikurniakan dengan pelbagai keberkatan dan kelebihan buat umat Islam khususnya. Istimewanya Hari Jumaat ini, sehinggakan Imam al-Ghazali mengungkapkan hari tersebut sebagai hari raya bagi umat Islam kerana akan kemuliaannya.


Syeikh Abdus Samad Falimbani menghuraikan sebanyak 20 adab yang perlu diperhatikan oleh setiap muslim untuk meraih keberkahan hari tersebut. Beliau menghuraikan kitab Imam al-Ghazali yang berjudul Bidayatul Hidayah (Permulaan Jalan Hidayah). Dalam menghuraikan kitab amalan seharian bagi meraih taqwa zahir dan batin, iaitu Bidayatul Hidayah, Imam al-Ghazali mengungkapkan hari Jumaat sebagai:
"Ketahuilah olehmu bahawa hari Jumaat itu adalah Hari Raya bagi orang Islam. Iaitu hari yang mulia yang telah dikhususkan oleh Allah S.W.T kepada umat (Nabi) Muhammad s.a.w. Dan pada hari itu ada satu saat yang mustajab doa. Tiada membetuli akan saat itu oleh seseorang yang mukmin dengan doanya kecuali Allah akan memberi apa sahaja yang ia minta. Maka bersiaplah engkau menghadapi Hari Jumaat itu mulai dari petang hari Khamis lagi." (Bidayatul Hidayah, m/s 100)
Mungkin pada pandangan mata kita sebagai orang awam, hari Jumaat ini adalah yang lain daripada hari lain, kerana semata-mata perlu untuk menghadiri solat Jumaat dan mendengarkan khutbah. Terkadang, ada yang datang pada waktu azan dilaungkan. Ada juga yang tiba 'tepat pada masa' semasa akhir khutbah dan menunggu saat-saat solat Jumaat secara berjemaah.

Kehadiran saya di kuliah kitab Hidayatus Salikin mendengar kupasan daripada Syeikh Ahmad Fahmi Zam Zam sekitar tahun 2009 telah memberi perspektif baru, bahawa betapa sunnah dalam penghayatan Hari Jumaat selama ini telah terabai buat sekian lama. Ya, kita sibuk dengan kerja seharian, sekolah, mahupun ke kuliah universiti, sehinggakan kita tidak merasakan betapa istimewanya pada hari tersebut. Bahkan, pada hakikatnya, keseluruhan hari Jumaat tersebut (bermula petang Khamis sehingga petang Jumaat) mengandungi keberkahan yang tiada tandingnya. Puas saya mencari nota syarah kuliah tersebut, tetapi belum menemuinya untuk dikongsi bersama. Tidak mampu berkongsi semua, memadailah sekelumit sahaja...

Mari kita mulakan amalan Hari (dan malamnya) Jumaat sedikit demi sedikit:

1. Membaca Surah Kahfi


"Barangsiapa membaca surah al-Kahfi pada hari Jumaat nescaya diterangkan baginya daripada nur barang yang antara dua Jumaat itu." (Hadith Riawat Hakim dan Baihaqi, m/s 122)

2. Membanyakkan Selawat

Dalam adab ke-15, Syeikh Abdus Samad Falimbani menyarankan untuk berselawat atas Sayyidina Nabi Muhammad s.a.w pada malam atau hari Jumaat:

"Sayugianya engkau banyakkan membaca selawat dan salam atas Nabi s.a.w pada hari Jumaat dan malamnya, iaitu terlebih daripada hari yang lain kerana kelebihan membaca selawat atas Nabi s.a.w pada hari Jumaat itu amat banyak. Dan sesetengah daripada kelebihan membaca selawat itu sabda Nabi s.a.w:
'Barangsiapa membaca selawat atasku di dalam hari Jumaat 80 kali nescaya mengampuni Allah Ta'ala baginya akan dosa 80 tahun.' (Hadith Riwayat Daruqutni)"

Dalam kitab Fadhilat Selawat oleh Muhadith Syeikh Abdullah Siddiq al-Ghumari al-Hasani disebutkan hadith:


2.1 Daripada Aus bin Aus r.a, Rasulullah s.a.w bersabda:

"Hari kamu yang paling afdal ialah hari Jumaat. Pada hari itu, diciptakan (Nabi) Adam dan pada hari itu juga nyawanya dicabut. Pada hari Jumaat juga, berlaku tiupan sangkakala dan Kiamat. Maka perbanyakkanlah ucapan selawat ke atasku pada hari itu kerana selawat kalian akan dihadapkan kepadaku.
Para sahabat bertanya, 'Bagaimanakah selawat kami akan dipersembahkan kepada kamu, sedangkan kamu telah binasa? Mereka memaksudkan sebagai binasa dimamah tanah.'
Maka baginda s.a.w bersabda, 'Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi daripada memakan jasad-jasad para nabi.' " (Hadith Riwayat Imam Ahmad, Abu Daud, al-Nasaie dan ibnu Majah)
Hadith yang lebih kurang sama daripada Abi Darda' juga dalam kitab tersebut. Imam Nawawi dalam kitab al-Azkar juga menyebut kelebihan membanyakkan selawat atas baginda Nabi s.a.w pada hari Jumaat. Syeikh Abdus Samad Falimbani juga menyebut agar membanyakkan tasbih dan istighfar bermula pada petang Khamis, kerana waktu tersebut sudah menyamai kelebihan pada Hari Jumaat.


Jika terdapat majlis zikir, selawat ataupun seumpamanya pada malam Jumaat, hadirlah ke majlis tersebut. Insya-Allah mendapat berkat daripada amalan-amalan tersebut. Alhamdulillah, saya diberikan nikmat untuk menghadiri Majlis Ratib al-Attas di Madrasah al-Khairat, Kuching secara rutin pada malam Jumaat.


Dalam majlis tersebut, dibacakan surah Yaasiin, susunan wirid Ratib al-Attas, doa-doa, himpunan selawat para ulama muktabar, Asma'ul Husna serta mengalunkan qosidah dan maulid indah berzikir kepada Allah dan berselawat atas Sayyiduna Nabi Muhammad s.a.w. Majlis tersebut dipimpin oleh mudir madrasah, Habib Mohammad bin Alwi al-Attas. Bacaan tersebut terhimpun dalam kitab Kitab 'Pembuka Jalan Mendekatkan Diri kepada Allah' yang disusun oleh beliau.




2. Datang Awal ke Masjid dan Beriktikaf

Sabda Nabi Muhammad s.a.w:

"Barangsiapa pergi ke masjid kerana sembahyang Jumaat pada saat yang pertama maka seolah-olah ia menyembelih korban seekor unta. Dan barangsiapa pergi pada saat yang kedua maka seolah-olah ia menyembelih korban seekor lembu. Dan barangsiapa pergi pada saat yang ketiga maka seolah-olah ia menyembelih korban seekor kambing biri-biri yang bertanduk. Dan barangsiapa pergi pada saat yang keempat seolah-olah ia memberi hadiah seekor ayam. Dan barangsiapa pergi pada saat yang kelima maka seolah-olah memberi hadiah satu telur. Maka apabila keluar imam maka dilipat suratan dan diangkat akan qalam dan berhimpun segala malaikat pada sisi mimbar pada hal mendengar mereka itu akan zikir (khutbah)." (Hadith Mutafaq 'Alaih, m/s 120)

Saya terimbau, bahawa Syeikh Fahmi Zam Zam mengatakan 'saat' yang disebut dalam kitab Hidayatus Salikin bermaksud jam. Jika dihitung sejak subuh sehinggalah waktu zuhur pada hari tersebut, maka jaraknya dalam lebih kurang 6 jam. Barangsiapa yang datang awal untuk tujuan solat Jumaat, maka pahala diperoleh berdasarkan kadar pahala korban yang dimaksudkan dalam hadith tersebut. Syeikh Abdus Samad menghurai panjang tentang adab dan amalan ketika di dalam masjid.

Persoalannya, masakini, mungkin atas kesibukan memenuhi keperluan kerja, persekolahan atau aktiviti seharian terkadang mendesak menyebabkan kita lewat untuk tiba di masjid. Dari semasa ke semasa, marilah kita membaiki perancangan untuk Hari Jumaat dengan lebih baik, dengan menghadirkan diri ke masjid seawal yang mungkin.



3. Membaca 4 Surah 7 Kali Usai Solat Jumaat


Dalam adab ke-17 kitab Hidayatus Salikin, Syeikh Abdus Samad Falimbani mengusulkan amalan membaca surah:
al-Fatihah x 7 kali
al-Ikhlas x 7 kali
al-Falaq x 7 kali
an-Naas x 7 kali

sebelum berkata-kata. Saya juga telah mendengar amalan ini daripada Dato' Syeikh Muhammad Fuad bin Kamaludin al-Maliki dalam satu kuliah pada tahun 2009 dahulu. Beliau mengatakan bahawa amalan tersebut merupakan amalan para ulama sejak zaman-berzaman. Namun demikian, seseorang harus langsung membaca surah al-Fatihah sehinggalah an-Naas sebelum berkata-kata yang lain dan masih duduk sediakala daripada tahiyat akhir.

Menurut Syeikh Abdus Samad Falimbani, amalan tersebut 'memeliharakan ia daripada segala kejahatan daripada satu Jumaat kepada Jumaat yang lainnya, dan lagi memeliharakan bagimu daripada syaitan.'



4. Ada Saat Mustajab Doa Hari Jumaat


Pada hari Jumaat terdapat masa doa mustajab. Ada pendapat mengatakan daripada Sayyidatina Fatimah az-Zahra' binti Rasulullah s.a.w, bahawa menurut beliau doa mustajab pada hari Jumaat adalah pada waktu Asar sehinggalah maghrib pada hari Jumaat tersebut. Berkata Syeikh Abdus Samad Falimbani dalam Hidayatus Salikin beliau:
"Sayugia membanyakkan berdoa pada hari Jumaat itu pada beberapa waktu iaitu pada:
i. waktu terbit matahariii. waktu gelincir matahariiii. waktu masuk matahariiv. waktu iqamatv. waktu khatib naik ke mimbarvi. ketika beriri manusia kepada sembahyang,kerana segala waktu yang demikian itu sangat diharap akan mustajab."
Allahu'alam, Allah Maha Mengetahui. Ini adalah pendapat para arifin yang dibukakan mata hati mereka oleh-Nya. Adalah tidak mustahil jika mereka dikurniakan kelebihan mengetahui rahsia-rahsia-Nya seperti saat doa mustajab ini. Tidak layaklah membandingkan diri kita orang awam mutakhir seperti kita ini ini berbanding dengan orang-orang yang mempunyai darjat taqwa yang tinggi di sisi Allah.



Sebagai kesimpulan, memadailah saya mengungkapkan kata-kata Imam al-Ghazali tentang keistimewaan Hari Jumaat dalam kitab Bidayatul Hidayah:


"... dan jadikanlah hari ini dalam minggumu sebagai hari yang engkau khususkan bagi akhiratmu. Mudah-mudahan ia menjadi kifarat (penebus) bagi hari-hari yang lain dalam minggu itu."


Wallahu'alam. Mohon pencerahan dan teguran atas segala salah dan silap.


Daripada Habib Mohammad as-Seggaf:


NOTA: Hidayatus Salikin (Petunjuk Jalan Bagi Orang yang Takut Kepada Allah Taala) merupakan sebuah kitab huraian daripada kitab Bidayatul Hidayah (sebuah karangan ringkasan kepada kitab Ihya' Ulumuddin karangan Imam Ghazali).Hidayatus Salikin ditulis oleh Syeikh Abdus Samad al-Falimbani. Kitab ini ditulis oleh ulama ini bagi membolehkan masyarakat Nusantara dapat memahami pemikiran Imam Ghazali secara lebih dekat, sejak 200 tahun yang lampau. Kitab ini disunting dan disempurnakan oleh Syeikh Fahmi Zamzam al-Banjari an-Nadwi al-Maliki.


NOTA: Syeikh Ahmad Fahmi Zam Zam merupakan seorang ulama daripada Banjar, Kalimantan Indonesia. al-Banjari merupakan gelaran tempat kelahiran beliau. Manakala an-Nadwi pula merupakan gelaran yang diberikan oleh guru beliau, Syed Abul Hassan ali Nadwi (ulama besar India) semasa menuntut di Naudatul Ulama, Lucknow, India. Manakala gelaran al-Maliki merupakan gelaran yang diberikan oleh gurunya Syed Muhammad Alawi al-Hasani (ulama besar Mekah, keturunan Nabi Muhammadsallallahu alaihi wasallam) ketika menuntut di Makkah.

"Sikap buruk merusak perbuatan baik, seperti cuka merusak madu"

 
Free Web Hosting | Top Web Hosting | Great HTML Templates from easytemplates.com.