"Allah akan menolong seorang hambanya, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya" (HR. Muslim)

Jangan menjadi orang tua yang bengis dan otoriter


Baru diberi kekuasaan sedikit bagai seorang Raja dan Ratu di Rumahnya, mengapa memerintah dengan bengis ? Lantas menganiaya anaknya sendiri ketika mereka bersalah.

Cacian dan pukulan melayang, serta cubitan keras hingga biru menghiasi sekujur tubuh anak.

Dimana Rasa Kasih sayangmu wahai orang tua ?

Sedangkan Allah Subhanahu wata'ala yang Maha Kuasa, memiliki sifat Rahman danRahim

Bahkan, Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi wasallam diutus untuk menyebarkan Cinta /
Rahmat (kasih sayang) dan ajaran Islam di sebar dengan Cinta / Rahmat / Kasih sayang pula

Ingatlah !
Allah Ta'ala akan mencabut sifat belas kasih apabila orangtua tidak menyayangi anak anaknya.

Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tiada kuasa aku (menolong kamu) jika Allah telah mencabut sifat belas kasih dari hatimu." (HR Bukhari)

Setiap orangtua wajib memberikan rasa cinta yang tulus pada anak-anaknya....

Jangan menjadi orang tua yang bengis , kejam dan Otoriter,
Dan jangan pula lemah dalam mendidik ,
artinya semua nafsu anak diumbar.

Anak anak kandung adalah generasi penerus kita, mereka lahir bukan atas kehendaknya.

Mereka adalah amanah Allah Ta'ala yg harus dijaga dan di didik dengan penuh kasih sayang,
Doa mereka untuk ke dua orang tuanya, sampai ke Alam Bardzah....

Apabila mereka dididik menjadi anak sholih maka ke dua orang tuanya di akhirat kelak akan mendapatkan mahkota dari cahaya.
Ini berkat amalan anak anakmu yg meng amalkan al Qur'an.

عن معاد الجهني رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من قرأ القرآن وعمل بما فيه ألبس والداه تاجا يوم القيامة ضوءه أحسن من ضوء الشمس فى نيوت الذنيا لوكانت فيكم فما ضنكم بإلذي عمل بهذا

Dari Mu'adz Al-Juhanni R.A berkata:
Rosulullah shola allahu 'alaihi wasalam bersabda

" Barangsiapa membaca Al-qur'an dan mengamalkan apa yang terkandung didalamnya,
maka kedua orangtuanya akan dikenakan Mahkota pada hari kiamat yang cahayanya melebihi cahaya matahari seandainya ada didalam rumah-rumah kalian didunia ini, maka bagaimanakah perkiraanmu mengenai orang yang mengamalkannya ???".
(H.R. Ahmad, Abu Dawud - At-Targhib)

Hai Para Orang Tua,
Akan kau bawa kemanakah anak anakmu itu ?

Berlemah lembutlah pada mereka,
Dan berikan mereka kasih sayang yang penuh dan jangan membonsai kasih pada mereka sehingga mereka menjadi liar karena kurang kasih sayang orang Tua....

Mereka bagai kertas putih , orang tuanyalah yang menjadikan mereka , Majusi, Yahudi, Nasrani

maka yang bertanggung jawab penuh terhadap perilaku si anak adalah orang tua sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam

"Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya lah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi."
(HR.Bukhari).

BULAN PURNAMA (Ayyamul Bidh)





Bismillahir Rohmaanir Rohiim

Tahukah wahai Saudaraku ,
Energi Bulan Purnama itu sangat besar pengaruhnya bagi Bumi.
Maka inipun sangat pula mempengaruhi struktur ion2 di dalam tubuh kita.

Jika Air Laut pasang saat Bulan Purnama, maka kandungan air di Tubuh kita pun berpengaruh...

Saat Bulan Purnama, adalah saat yg baik untuk bekam krn racun2 tubuh sedang berada di permukaan kulit dan pori pori kita membesar.

Pengaruh lain bagi tubuh adalah,
Emosi meningkat ,
mengapa ?
Krn ada ion ion ttt d tubuh kita yg tertarik ke permukaan kulit shgg kerja otak menjadi luar biasa dan efeknya menyebabkan gelombang emosi terganggu ,
mengapa terganggu ?
Ya kesempatan ini dipakai oleh para jin untuk melumpuhkan manusia lewat hawa nafsu.....krn adanya pengaruh dari gelombang energi yang kuat dari Bulan Purnama itu....

Maka biasanya pada Bulan purnama, tingkat kejahatan meningkat...

Bagaimana dengan kesehatan ?
Nah tingkat kesehatan pun menurun, artinya banyak yang sakit...

Bagaimana meng antisipasi ini semua?
Dengan Puasa.
Puasa selama Bulan Purnama (3 Hari) , akan menetralisir ion2 di dalam Tubuh kita...

Yuk kita simak Hadis ini

انَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ . وَقَالَ هُنَّ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).”
Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434.)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2347. ) Sanadnya HASAN

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَيه وَ عَلَىآلِهِ وَ أَصْحَابِه

Belajar dari TANAH yg Tetap MULIA Meski Dihina






Bismillah.....

Lihatlah Tanah.
Tanah selalu bertempat di bawah kaki, bahkan selalu di injak injak SEMUA MakhlukNYA,
Bahkan pd tanahlah orang membuang Sampah,
Pada Tanah pula tempat menanam semua bangkai mayat .

Tanah selalu Tawadhu , meski di takdirkan terhina krn selalu di injak injak dan diludahi...

namun ALLAH TA'ALA MEMULIAKAN tanah sbg bahan pembuatan makhluk Mulia bahkan lebih Mulia dari Malaikat yaitu MANUSIA, ...yang di sanalah mengalir NUR Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam yg diMULIAKAN ALLAH TA'ALA sebagai KEKASIH ALLAH TA"ALA...

Dari Tanah kita belajar Tawadhu dan tidak sombong.

Tanah meski nampak Hina dan kotor, namun ia di MULIAKANNYA dg diamanahkanNYA sebagai tempat tumbuh aneka warna warni bunga cantik dan harum,
Tempat aneka Tanaman ,Buah, Padi padian, Gandum, dan Sayuran yg semua dimanfaatkan MakhlukNYA ...

Dari Tanah kita dapat Belajar Ikhlas bahkan membuang Dendam .

Bukankah Dendam yg di simpan di hati bagaikan menyimpan sampah dan Bangkai yg membusuk ?

Maka dari Tanah kita dapat belajar bagaimana menetralkan berbagai macam bau busuk seperti
BANGKAI dan SAMPAH,....

Jika dari Tanah kita belajar Tawadhu, maka Tawadhu yang Tulus akan selalu menghasilkan manfaat dan Barokah bagi seluruh Alam....

Jika Tanah dapat menyimpan kekayaan Alam yg terpendam di dalamnya, seperti Danau yg sejuk, Emas, Bebatuan perhiasan Intan Berlian, Batu Zamrud, Aqik dll,
Bahkan dapat menyimpan kekayaan Alam lain yang indah....
Maka di Hati lah terletak Kekayaan Sejati yang sesungguhnya.....

Jika Tanah dipakai Tempat Sujud,
Maka Hati kita pun dapat dipakai tempat untuk Sujud dan dapat pula di ibaratkan sebagai Bait Allah Ta'ala ketika hati ber Tawaf pdNYA (Dzikir)

Subhanallah...
Allahu Akbar...
Alhamdulillah.....

Shollu 'alan Nabiiy Shollallahu 'alaihi wasallam
((Mutiara Qolbu))

Nasihat Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra







Ketahuilah wahai Ali, 
RIZKI Manusia ditangan Allah,

Sedangkan KESUSAHAN tidak dapat menyebabkan MELARAT dan TIDAK BERMANFAAT, hanya saja Engkau mendapat PAHALA atas itu.....

Jadilah Engkau seorang yang ber syukur , Ta'at dan Tawakal, Niscaya engkau akan menjadi teman Allah Ta'ala....

Aku (sayyidina Ali ra) berkata :
Atas hal apa aku bersyukur kpd Allah Subhanahu Wata'ala ?

Rasulullah Shollallahu'alaih wasallam menjawab, :
" Atas Agama Islam"

Aku (Sayyidina Ali ra) bertanya :
" apakah yg harus kulakukan ?"

Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam menjawab :
" Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yg MahabTinggi , dan Agung"

Aku (sayyidina Ali ra) bertanya lagi:
" apa yg harus ku tinggalkan ?

Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam menjawab :
KEMARAHAN

Karena meninggalkan KEMARAHAN itu dapat memadamkan KEMARAHAN Allah Subhanahu wata'ala yg Maha mulia dan MEMBERATKAN TIMBANGAN serta menuntun ke Surga.....

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم وَبَارِك وَكَرِّم وَعَظِم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحبِهِ اَجمَعِين

Disadur dari kitab
Terjemah Petuah usfuriyah
Karangan Asy Syeikh Muhammad bin Abdurrahman al Usfuri..

DIALOG MALAIKAT JIBRIL dengan RASULULLAH SHOLLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM Tentang NERAKA


Malaikat Jibril bercerita tentang api neraka. 

Bahwa ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala, telah menyalakan api neraka itu selama 1.000 tahun, sehingga apinya menjadi merah padam bernyala-nyala..

Lalu dipanaskan lagi 1.000 tahun,lantaran suhu panasnya,api itu berubah warna menjadi putih.Lalu ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala memanaskannya selama 1.000 tahun lagi, hingga apinya berubah hitam pekat dan gelap.

“Jika ada manusia yang dilemparkan ke dalamnya, maka sekejap saja langsung akan musnah,” ujar Jibril pun menangis.

“Mengapa engkau menangis Ya Jibril,” tanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

“Aku takut kepada jiwaku,” ucap Jibril.

“Bukankah engkau adalah malaikat, yang tidak mungkin berbuat maksiat kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala,” kata Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam.

“Benar, akan tetapi takdir ALLAH bisa berlaku atas siapa saja.

Bukankah IBLIS itu asalnya adalah penduduk surga, lalu berlaku takdir ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala atasnya. Hingga Iblis menjadi penghuni Neraka” urai Jibril.

---------------------------------

Ya Robb......
Jauhkanlah kami semua dari siksa api neraka &jadikanlah kami golongan orang2 yang beriman yang menjadi penghuni surgaMU.........

Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin

Alkisah Sang Raja dan Habaib




Suatu ketika seorang Habaib dari Hadramaut ingin menunaikan ibadah haji dan berziaroh ke kakeknya Rasulullah SAW. Beliau berangkat dengan diiringi rombongan yang melepas kepergiannya.

Seorang Sulton di Hadramaut, kerabat Habib tersebut, menitipkan Al-Qur’an buatan tangan yang terkenal keindahannya di jazirah arab pada saat itu untuk disampaikan kepada raja Saudi.

Sesampai di Saudi, Habib tersebut disambut hangat karena statusnya sebagai tamu negara. Setelah berhaji, beliau ziarah ke makam Rasulullah. Karena tak kuasa menahan kerinduannya kepada Rasulullah, beliau memeluk turbah Rasulullah. Beberapa pejabat negara yang melihat hal tersebut mengingkari hal tersebut dan berusaha mencegahnya sambil berkata, “Ini bid’ah dan dapat membawa kita kepada syirik.”Dengan penuh adab, Habib tersebut menurut dan tak membantah satu katapun.

Beberapa hari kemudian, Habib tersebut diundang ke jamuan makan malam raja Saudi. Pada kesempatan itu beliau menyerahkan titipan hadiah Al Quran dari Sulton Hadramaut. Saking girang dan dipenuhi rasa bangga, Raja Saudi mencium Al Qur’an tersebut!

Berkatalah sang Habib, “Jangan kau cium Qur’an tersebut… Itu dapat membawa kita kepada syirik!”

Sang raja menjawab, “Bukanlah Al Qur’an ini yang kucium, akan tetapi aku menciumnya karena ini adalah KALAMULLAH!”

Habib berkata, “Begitu pula aku, ketika aku mencium turbah Rasulullah, sesungguhnya Rasululullah-lah yang kucium! Sebagaimana seorang sahabat (Ukasyah) ketika menciumi punggung Rasulullah, tak lain adalah karena rasa cinta beliau kepada Rasulullah. Apakah itu syirik?!”

Tercengang sang raja tak mampu menjawab. Kemudian Habib tersebut membaca beberapa bait syair Majnun Layla yang berbunyi,

"Marortu ‘alad diyaari diyaaro laila, Uqobbilu dzal jidaari wa dzal jidaaro Fa ma hubbud diyaar, syaghofna qolbi, Wa lakin hubbu man sakana diyaro

Aku melewati sebuah rumah, rumah si Layla # dan aku menciumi setiap dinding-dindingnya Bukankah karena aku mencintai sebuah rumah yg membuat hatiku hanyut dlm cinta akan tetapi karena cintaku kepada sang penghuni rumah.

Sumber : Cerita Kumpulan Cinta Rasul, oleh Mbah Iwan, MKub, dosen Universitas Menyan Indonesia

Delapan Dalil Bid’ah Hasanah



1.Al-Muhaddits al-‘Allamah as-Sayyid ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani dalam kitab Itqan ash-Shun’ah Fi Tahqiq Ma’na al-Bid’ah, menuliskan bahwa di antara dalil-dalil yang menunjukkan adanya bid’ah hasanah adalah sebagai berikut (Lihat Itqan ash-Shun’ah, h. 17-28):

Firman Allah dalam QS. al-Hadid: 27:

وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ (الحديد: 27)

“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)

Ayat ini adalah dalil tentang adanya bid’ah hasanah. Dalam ayat ini Allah memuji ummat Nabi Isa terdahulu, mereka adalah orang-orang muslim dan orang-orang mukmin berkeyakinan akan kerasulan Nabi Isa dan bahwa berkeyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah.

Allah memuji mereka karena mereka kaum yang santun dan penuh kasih sayang, juga karena mereka merintis rahbaniyyah. Praktek Rahbaniyyah adalah perbuatan menjauhi syahwat duniawi, hingga mereka meninggalkan nikah, karena ingin berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah.Dalam ayat di atas Allah mengatakan “Ma Katabnaha ‘Alaihim”, artinya: “Kami (Allah) tidak mewajibkan Rahbaniyyah tersebut atas mereka, melainkan mereka sendiri yang membuat dan merintis Rahbaniyyah itu untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah”. dalam ayat ini Allah memuji mereka, karena mereka merintis perkara baru yang tidak ada nash-nya dalam Injil, juga tidak diwajibkan bahkan tidak sama sekali tidak pernah dinyatakan oleh Nabi ‘Isa al-Masih kepada mereka. Melainkan mereka yang ingin berupaya semaksimal mungkin untuk taat kepada Allah, dan berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada-Nya dengan tidak menyibukkan diri dengan menikah, menafkahi isteri dan keluarga.

Mereka membangun rumah-rumah kecil dan sederhana dari tanah atau semacamnya di tempat-tempat sepi dan jauh dari orang untuk beribadah sepenuhnya kepada Allah.

2. Hadits sahabat Jarir ibn Abdillah al-Bajali, bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:

مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم)

“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)

Dalam hadits ini dengan sangat jelas Rasulullah mengatakan: “Barangsiapa merintis sunnah hasanah…”. Pernyataan Rasulullah ini harus dibedakan dengan pengertian anjuran beliau untuk berpegangteguh dengan sunnah (at-Tamassuk Bis-Sunnah) atau pengertian menghidupkan sunnah yang ditinggalkan orang (Ihya’ as-Sunnah). Karena tentang perintah untuk berpegangteguh dengan sunnah atau menghidupkan sunnah ada hadits-hadits tersendiri yang menjelaskan tentang itu.

Sedangkan hadits riwayat Imam Muslim ini berbicara tentang merintis sesuatu yang baru yang baik yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena secara bahasa makna “sanna” tidak lain adalah merintis perkara baru, bukan menghidupkan perkara yang sudah ada atau berpegang teguh dengannya.

3. Hadits ‘Aisyah, bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخاريّ ومسلم)

“Barang siapa yang berbuat sesuatu yang baharu dalam syari'at ini yang tidak sesuai dengannya, maka ia tertolak”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan tentang adanya bid’ah hasanah. Karena seandainya semua bid’ah pasti sesat tanpa terkecuali, niscaya Rasulullah akan mengatakan “Barangsiapa merintis hal baru dalam agama kita ini apapun itu, maka pasti tertolak”. Namun Rasulullah mengatakan, sebagaimana hadits di atas: “Barangsiapa merintis hal baru dalam agama kita ini yang tidak sesuai dengannya, artinya yang bertentangan dengannya, maka perkara tersebut pasti tertolak”.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkara yang baru itu ada dua bagian: Pertama, yang tidak termasuk dalam ajaran agama, karena menyalahi kaedah-kaedah dan dalil-dalil syara’, perkara baru semacam ini digolongkan sebagai bid’ah yang sesat. Kedua, perkara baru yang sesuai dengan kaedah dan dalil-dalil syara’, perkara baru semacam ini digolongkan sebagai perkara baru yang dibenarkan dan diterima, ialah yang disebut dengan bid’ah hasanah.

4. Dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya disebutkan bahwa sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab secara tegas mengatakan tentang adanya bid’ah hasanah.

Ialah bahwa beliau menamakan shalat berjama’ah dalam shalat tarawih di bulan Ramadlan sebagai bid’ah hasanah. Beliau memuji praktek shalat tarawih berjama’ah ini, dan mengatakan: “Ni’mal Bid’atu Hadzihi”. Artinya, sebaik-baiknya bid’ah adalah shalat tarawih dengan berjama’ah.

Kemudian dalam hadits Shahih lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab ini menambah kalimat-kalimat dalam bacaan talbiyah terhadap apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Bacaan talbiyah beliau adalah:

لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ فِيْ يَدَيْكَ، وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ

5. Dalam hadits riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn al-Khaththab menambahkan kalimat Tasyahhud terhadap kalimat-kalimat Tasyahhud yang telah diajarkan oleh Rasulullah.Dalam Tasayahhud-nya ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan:أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ.

Tentang kaliamat tambahan dalam Tasyahhud-nya ini, ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Wa Ana Zidtuha...”, artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah”.

6. ‘Abdullah ibn ‘Umar menganggap bahwa shalat Dluha sebagai bid’ah, karena Rasulullah tidak pernah melakukannya. Tentang shalat Dluha ini beliau berkata:

إِنَّهَا مُحْدَثَةٌ وَإِنَّهَا لَمِنْ أَحْسَنِ مَا أَحْدَثُوْا (رواه سعيد بن منصور بإسناد صحيح)

“Sesungguhnya shalat Dluha itu perkara baru, dan hal itu merupakan salah satu perkara terbaik dari apa yang mereka rintis”. (HR. Sa’id ibn Manshur dengan sanad yang Shahih)

Dalam riwayat lain, tentang shalat Dluha ini sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan:

بِدْعَةٌ وَنِعْمَتْ البِدْعَةُ (رواه ابن أبي شيبة)

“Shalat Dluha adalah bid’ah, dan ia adalah sebaik-baiknya bid’ah”. (HR. Ibn Abi Syaibah)

Riwayat-riwayat ini dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari dengan sanad yang shahih.

7. Dalam sebuah hadits shahih, al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah ibn Rafi’, bahwa ia (Rifa’ah ibn Rafi’) berkata:

“Suatu hari kami shalat berjama’ah di belakang Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku’, beliau membaca: “Sami’allahu Lima Hamidah”. Tiba-tiba salah seorang makmum berkata:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Setelah selesai shalat, Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?”. Orang yang yang dimaksud menjawab: “Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:

رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ

“Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya”.

Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, mengatakan: “Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan akan kebolehan menyusun bacaan dzikir di dalam shalat yang tidak ma’tsur, selama dzikir tersebut tidak menyalahi yang ma’tsur” (Fath al-Bari, j. 2, h. 287).

8. al-Imam an-Nawawi, dalam kitab Raudlah ath-Thalibin, tentang doa Qunut, beliau menuliskan sebagai berikut:

هذَا هُوَ الْمَرْوِيُّ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّمَ وَزَادَ الْعُلَمَاءُ فِيْهِ: "وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ" قَبْلَ "تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ" وَبَعْدَهُ: "فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ". قُلْتُ: قَالَ أَصْحَابُنَا: لاَ بَأْسَ بِهذِهِ الزِّيَادَةِ. وَقَالَ أَبُوْ حَامِدٍ وَالْبَنْدَنِيْجِيُّ وَءَاخَرُوْنَ: مُسْتَحَبَّةٌ.

“Inilah lafazh Qunut yang diriwayatkan dari Rasulullah. Lalu para ulama menambahkan kalimat: “Wa La Ya’izzu Man ‘Adaita” sebelum “Tabarakta Wa Ta’alaita”. Mereka juga menambahkan setelahnya, kalimat “Fa Laka al-Hamdu ‘Ala Ma Qadlaita, Astaghfiruka Wa Atubu Ilaika”. Saya (an-Nawawi) katakan: Ashab asy-Syafi’i mengatakan: “Tidak masalah (boleh) dengan adanya tambahan ini”. Bahkan Abu Hamid, dan al-Bandanijiyy serta beberapa Ashhab yang lain mengatakan bahwa bacaan tersebut adalah sunnah” (Raudlah ath-Thalibin, j. 1, h. 253-254).

"Sikap buruk merusak perbuatan baik, seperti cuka merusak madu"

 
Free Web Hosting | Top Web Hosting | Great HTML Templates from easytemplates.com.